Manado - Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) tertanggal 06 Januari 2020 berbunyi bahwa MK menyatakan Perusahaan Kreditur harus meminta Permohonan Eksekusi kepada Pengadilan Negeri terlebih dahulu, namun hal tersebut terkesan di "abaikan" oleh Pengadilan Negeri (PN) Manado Kelas IA, dimana ada putusan Pengadilan Negeri Manado Kelas IA yang menerima keberatan dari PT Maybank Indonesia Finance Manado, selaku tergugat terhadap Heru Patangari selaku Penggugat yang beredar dalam sebuah pemberitaan di salah satu media.
Memperhatikan informasi tersebut, Lembaga Pengawas seperti Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia ( LPK-RI Sulut ) sebagai penggiat masalah perlindungan hukum atas hak-hak konsumen menyoroti putusan PN Manado pada perkara yang diputuskan pada 03 September 2020 lalu.
Stevanus Sumampouw, Selaku Ketua LPK-RI Sulut menyesalkan tindakan PN Manado yang telah mengabaikan Putusan MK yang dinilainya sudah Final dan mengikat.
“ Didalam UU sudah jelas bahwa yang bisa mengeksekusi hanya PN tingkat I dan dari pengadilan saya rasa harus jelas, Lantas masalah penarikan yang rancu sudah jelas aturan mainnya, dan berbicara fidusia pakailah fidusia yang benar sesuai aturan, ” tuturnya pada Konferensi Pers Senin, (14/09/2020) di Sekretariat LPK-RI Sulut.
Ia juga menyayangkan penerbitan berita dari media massa Tribun Manado yang telah memberitakan perkara hanya sepihak membuat masyarakat bingung bahwa Leasing seperti MyBank boleh melakukan eksekusi.
“ Mengenai pemberitaan yang memunculkan opini bahwa bisa menarik bisa mengeksekusi karena statement itu mengarah ke indikasinya bahwa pengadilan mengakui perusahaan bisa mengeksekusi. Berarti di Indonesia kita mempertanyakan apakah ada lembaga lain yang bisa mengeksekusi lalu hukumnya bagaimana?, ” selorohnya.
Audy Tujuwale SH, selaku Bidang Hukum LPK-RI Sulut Juga menambahkan isi dari berita Tribun Manado Bertentangan dengan isi putusan.
"Majelis hakim dalam isi putusan tidak menyatakan bahwa penarikan kendaraan yg di lakukan oleh pihak mybank telah sesuai dgn undang-undang namun majelis hakim menyatakan bahwa penarikan kendaraan yang di lakukan oleh pihak my bank telah sesuai dgn kesepakatan bersama. Untuk itu pemberitaan di media online tidak substansial, " ucap Audy Tujuwale SH.
Lanjutnya, ia mengatakan Perlu dipahami bahwa sesuai dengan Pasal 196 ayat (1) HIR, kewenangan eksekusi hanya ada pada pengadilan tingkat pertama dan dalam praktik peradilan dikenal dua macam eksekusi yaitu:
“ Eksekusi riil atau nyata sebagaimana yang diatur dalam Pasal 200 ayat (1) HIR, Pasal 218 ayat (2) Rbg, dan Pasal 1033 Reglement of de Rechtsvordering (Rv) yang meliputi penyerahan, pengosongan, pembongkaran, pembagian, dan melakukan sesuatu, ” Pungkasnya.
Bunyi Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) tertanggal 06 Januari 2020, Debt Collector dan Leasing diancam kena 3 Pasal berlapis, putusan MK ini Final dan mengikat :
*MK memutuskan Leasing dan Debt Collector tidak bisa menarik atau mengeksekusi Motor atau Mobil Konsumen sebelum melalui pengadilan.*
*MK memutuskan Leasing tidak bisa menarik atau mengeksekusi Obyek Jaminan Fidusia seperti kendaraan atau rumah secara sepihak.*
*MK menyatakan Perusahaan Kreditur harus meminta Permohonan Eksekusi kepada Pengadilan Negeri terlebih dahulu.*
*Kendati demikian, Perusahaan Leasing tetap boleh melakukan Eksekusi tanpa lewat pengadilan dengan syarat Pihak Debitur mengakui adanya Cidera Janji (Wanpretasi) dan sukarela menyerahkan kendaraan, ingat sukarela tidak boleh di dalam tekanan atau paksaan.*
*Polisi minta pemilik melaporkan ke Polres kalau ada kendaraan yang diambil Debt Collector atau Leasing tanpa Putusan Pengadilan*
*MK Memutuskan sekarang Leasing dan Debt Collector tidak bisa asal tarik Mobil atau Motor, kecuali syaratnya sepanjang pemberi Hak Fidusia (Debitur) telah mengakui adanya Cidera Janji (Wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi Obyek dalam Perjanjian Fidusia, maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima Fidusia (Kreditur) untuk dapat melakukan eksekusi sendiri (Parate Eksekusi) menurut MK.*
*Pihak Leasing dianggap melanggar hukum jika melakukan perampasan lewat Debt Collector, apalagi merampasnya di tengah jalan secara paksa.*
*Debt Collector setelah merampas Motor di jalanan, ternyata sering terbukti Motornya tidak diserahkan ke Leasing, mereka bahkan dinilai melanggar hukum dan dapat dikenakan pasal berlapis sesuai aksinya dalam melakukan perampasan di jalanan.*
*Karena hal tersebut, bisa dikenakan KUHP Pasal 368 tentang Perampasan dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara, atau Pasal 365 tentang Pencurian Dengan Kekerasan, dan Pasal 378 tentang Penipuan.* (Steven)